
Oleh
: Ibnu Asis
Pendahuluan
Pemuda. Begitulah ia (mereka) biasa disapa. Sejarah telah
mencatat dengan tinta emas kegemilangan, bahwa dari dahulu sampai sekarang
Pemuda (termasuk Pelajar dan Mahasiswa) selalu menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari unsur-unsur pelaku perubahan di negeri ini. Sebut saja sejak
masa awal Pergerakan Nasional 1908, Kebangkitan Nasional 1920, Sumpah Pemuda
1928, Proklamasi Kemerdekaan RI 1945, hingga masa awal Orde Baru 1966 dan Orde
Reformasi 1998.
Pemuda, senantiasa memberi kontribusi positif serta
memberi warna benderang terhadap dinamika perkembangan dan pembangunan bangsa
dan negara Republik Indonesia. Pendek kata, tidak dapat dipungkiri bahwa pemuda
adalah lokomotif perjuangan dan perubahan bangsa dan NKRI menuju kejayaan yang
sejati.
Eksistensi
dan Fungsi
Pemuda. Ia (mereka) adalah pelanjut estafeta dan penerus
cita-cita para “founding father” negeri beribu pulau dengan kekayaan alam yang
melimpah-ruah ini. Oleh karenanya semakin dapat dipahami bahwa peran atau
kontribusi penting (strategis) pemuda dalam kaitannya dengan upaya
(melanjutkan) pembangunan eksistensi bangsa ke arah yang lebih baik dan
bermartabat, sesungguhnya sangat sejalan dan senafas dengan tujuan berdirinya
Republik tercinta ini sebagaimana termaktub di dalam preambule (pembukaan) UUD
1945, yaitu :
a. Internal (ke dalam)
Secara internal, pemuda
beserta seluruh komponen bangsa, memiliki peran strategis sebagai ujung tombak
untuk menciptakan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia (menumbuhkan rasa aman),
memajukan kesejahteraan umum (peran sosial) dan mencerdaskan kehidupan bangsa
(peran intelektual) dalam bingkai “Bhinneka Tunggal Ika”. Keberagaman yang
melahirkan persamaan dan persatuan, bukan keberagaman yang justru semakin
memperdalam perbedaan dan permusuhan.
b. Eksternal (keluar)
Secara eksternal dalam
kerangka meneguhkan eksistensi bangsa dan negara ini di dalam percaturan
kehidupan Internasional, maka pemuda juga diminta berperan aktif menjadi
katalisator untuk menciptakan perdamaian abadi dan ketertiban dunia
bersama-sama dengan elemen bangsa lainnya.
Peran eksternal ini
sejatinya juga diharapkan menjadi peneguh dan penjelas eksistensi bangsa dan
Negara Indonesia sebagai Negara Non Blok yang secara lantang mampu bersikap
tegas terhadap segala bentuk penindasan dan penjajahan bangsa-bangsa lain atas
bangsa-bangsa yang telah “merdeka” dan berdaulat penuh.
Kedua peran strategis
pemuda tersebut yang juga merupakan implementasi dari tugas pokok dan fungsi
Negara. Bahkan sejatinya (secara implisit) telah diisyaratkan oleh Allah Swt 14
abad lalu melalui Rasulullah Saw dalam Al-Qur’an surah Quraisy ayat 4 yang
artinya “Yang telah memberikan makanan kepada mereka untuk menghilangkan rasa
lapar (aspek kesejahteraan umum) dan mengamankan mereka dari rasa ketakutan
(aspek kamtibmas)”.
Modal
Dasar
Pemuda. Ia (mereka) adalah “iron stock” atau cadangan keras yang
akan menjadi “back bone” atau tulang-punggung pembangunan bangsa ini. Sehingga
untuk mewujudkan peran strategisnya yang sangat berat namun mulia itu, kiranya
diperlukan seperangkat modal dasar (bekalan) yang secara inheren melekat dan
tumbuh didalam diri setiap pemuda.
Bekalan strategis dimaksud nantinya perlu dipersiapkan guna
mengantisipasi kemungkinan adanya hambatan, tantangan, ancaman bahkan gangguan
yang akan melemahkan kontribusi positif pemuda di dalam upaya keterlibatannya
membangun bangsa. Diantara bekalan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Penguasaan IT dan
IPTEK
Tidak dapat dibantah
dan dipungkiri lagi bahwa setiap bangsa yang mampu menguasai IT dan IPTEK,
pastilah bangsa tersebut memiliki peluang dan kesempatan besar untuk menguasai
dunia. Logika ini semakin kuat memberi alasan mengapa kita (pemuda) perlu
berupaya optimal untuk senantiasa belajar dan menekuni bidang IT dan IPTEK
tersebut.
Karena pada hakikatnya
kita berada, hidup, tumbuh dan berkembang di dunia yang global dan dinamis.
Sehingga penguasaan IT dan IPTEK sangat memungkinkan kita untuk memiliki
imunitas dan daya kompetisi yang kokoh agar tidak dilindas zaman bahkan dijajah
oleh bangsa-bangsa lain di muka bumi ini.
b. Pengalaman
Berorganisasi
Pengalaman dan
keterlibatan dalam suatu organisasi menjadi modal dasar yang juga tidak kalah
pentingnya. Mengingat, di dalam budaya berorganisasi biasanya kita akan belajar
tentang tata cara berkomunikasi, berinteraksi, problem solving, mengelola SDM
hingga memenej struktur organisasi tersebut.
Dengan demikian
berdasarkan pengalaman berorganisasi dimaksud, diharapkan kiranya dapat
terbentuk profil pemuda yang dinamis, komunikatif dan tanggap dengan berbagai
permasalahan yang muncul serta mampu mencarikan jawaban dan solusi terhadap
permasalahan tersebut secara benar, tepat dan akurat.
c. Kekuatan Jaringan
(Koneksi)
Satu hal yang juga
relevan dan signifikan perlu dimiliki oleh setiap pemuda adalah modal berupa
kekuatan jaringan atau koneksi. Modal koneksi ini paling tidak akan membantu
kita untuk mengenal, berinteraksi dan membangun komunikasi dengan banyak orang
dari berbagai latar belakang gender, suku, bangsa, budaya, bahasa, pendidikan
dan pengalaman yang tidak sama.
Dengan modal koneksi
ini kita mengharapkan munculnya kekuatan baru, soliditas dan solidaritas untuk
menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan guna mencapai visi, misi dan tujuan
bersama yang dicita-citakan.
Dalam bahasa Agama,
kekuatan jaringan ini diistilahkan dengan Ukhuwah Islamiah atau persaudaraan.
Sebagaimana Allah Swt telah berfirman di dalam Surah Al-Hujurat ayat 10 dan 13
yang artinya : “Sesungguhnya, hanya orang berimanlah yang bersaudara (membangun
jaringan) itu”, dan “Sesungguhnya kami telah menciptakan kalian dari jenis
laki-laki dan perempuan dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku, supaya kalian saling mengenal (membangun koneksi). Sesungguhnya
yang paling mulia diantara kalian disisi Allah Swt adalah orang-orang yang
bertaqwa”.
d. Kekuatan Cinta
“Hubbul wathon minal
iman”. Mencintai bangsa (negara) adalah sebagian dari iman. Demikianlah kutipan
syair yang teramat sering kita dengar. Mencintai dalam pengertian mempunyai
“sense of belonging” yang kuat terhadap tanah air tercinta.
Sehingga dengan
demikian akan lahir keikhlasan untuk berkontribusi dan berpartisipasi demi
kemajuan bangsa dan Negara. Disamping itu dengan cinta, akan muncul kekuatan
dan patriotisme untuk membela kehormatan negeri ini dari setiap ancaman,
tantangan, hambatan dan gangguan yang datang menghadang.
Sebaliknya, jika
perasaan cinta itu hilang, kita tidak akan memiliki rasa “cemburu” terhadap
kemajuan dan keunggulan bangsa lain atas negeri kita tercinta. Karena kita
sangat meyakini, bahwa sesungguhnya bangsa kita dapat lebih unggul dan maju
(dengan izin Allah Swt), jikalau semua elemen bangsa
berkontribusi/berpartisipasi secara benar, total dan optimal dalam balutan
“rasa cinta” itu.
e. Kekuatan Karakter
The last but not least,
bekalan berikutnya adalah kekuatan karakter yang muncul, tumbuh dan berkembang
secara inheren dari dalam diri pemuda itu sendiri. Kekuatan karakter sejatinya
berupa kumpulan profil khas dan istimewa yang membedakannya dengan kepribadian
pada umumnya, yang akan mengarahkan dan menggerakkan sikap dan perilaku positif
di dalam kehidupan setiap insan (pemuda).
Pada tataran aplikatif,
kekuatan karakter dimaksud adalah akhlakul karimah yang lahir karena Iman dan
Taqwa kepada Allah Swt. Sebagaimana Firman Allah Swt dalam surah Al-Baqarah
ayat 197 dan Sabda Rasulullah Saw yang maknanya sebagai berikut: “Berbekallah,
karena sebaik-baik bekal adalah Taqwa”, dan “Sebaik-baik diantara kalian adalah
yang paling baik Akhlaknya (kepribadiannya)”. (Al-hadits).
Penutup
Pemuda adalah aset potensial harapan bangsa dan Negara.
Barangkali, disinilah letak alasan yang paling urgen dan mendasar; mengapa
pemuda juga masih (tetap) dituntut untuk dapat memainkan peran-peran yang
strategis sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa yang berbhineka
tunggal ika ini.
Disamping itu tentunya, para pemuda juga harus mempersiapkan
bekalan-bekalan mendasar yang mutlak diperlukan agar mampu memberi kontribusi
optimal untuk kemajuan dan kemandirian bangsa di masa mendatang.
Sehingga pada akhirnya, kita semua boleh berharap bahwa keseluruhan “amalan bijak dan bajik” para pemuda dalam mewujudkan cita-cita luhur pembangunan Nasional, sekaligus akan menjadi sarana refleksi nan elegan untuk menjawab sebuah adagium yang sudah sangat masyhur : “Pemuda hari ini, Pemimpin di masa depan”. Wallahu a’lam bish shawab.