
Hj. HARMINDA, S.H., M.H., M.Kn
Mahasiswa Doktoral Ilmu Hukum universitas Andalas
Negara berkewajiban dalam memberikan dan menjamin adanya kepastian hukum bagi para warga anggota masyarakatnya. Setiap ketentuan yang hidup di masyarakat tentunya diatur pula dalam hukum itu sendiri. Indonesia merupakan Negara Hukum yang tertuang dalam dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945.
Untuk menjalankan kewajiban negara tersebut, negara memberikan kewenangan secara atributif kepada Notaris sebagai pejabat umum untuk melaksanakan sebagian fungsi publik yang khusus di bidang hukum perdata dalam membuat alat bukti tertulis berupa akta autentik. Kewenangan Notaris dalam membuat akta autentik yaitu mengenai beberapa perbuatan hukum yang dijelaskan dalam Pasal 15 Ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014.
Seiring dengan semakin berkembangnya perekonomian di Indonesia, semakin marak pula pengembangan usaha-usaha diberbagai macam sektor yang dilakukan oleh para pelaku usaha. Untuk melakukan pengembangan usaha tersebut, para pelaku usaha memerlukan suntikan dana dalam jumlah dana besar dan dalam waktu yang relatif singkat.
Salah satu sumber dana tersebut dapat diperoleh dari bank melalui pemberian fasilitas kredit. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau dalam bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dalam prakteknya, salah satu peranan Notaris dalam hal perbankan adalah pembuatan Covernote dalam pencairan kredit yang digunakan Perbankan. Covernote yang dikeluarkan oleh Notaris sebagai jaminan bagi kreditur, bahwa Notaris akan menjamin seluruh proses pengurusan baik surat-surat maupun dokumen hukum untuk pengurusan jaminan debitur ke kreditur dapat terlaksana. Covernote yang dikeluarkan oleh Notaris/PPAT sendiri bukanlah merupakan akta autentik, melainkan hanya surat keterangan yang dikeluarkan oleh kantor Notaris/PPAT.
Dalam hal pemberian kredit, bank umumnya memerlukan dan mensyaratkan adanya jaminan. Jaminan tersebut dapat berupa tanah yang telah bersertifikat, sehingga dapat dibebani dengan Hak Tanggungan, sehingga jika dikemudian hari pihak debitur melakukan wanprestasi, dengan kata lain dalam hal ini pihak bank sebagai kreditur memperkecil resiko dalam pelaksanaan kredit bank.
Terkait dengan hal permohonan kredit oleh debitur tersebut, apabila persyaratan dari debitur dalam hal dokumen-dokumen yang berbentuk akta autentik belum dapat diselesaikan oleh Notaris, maka umumnya Notaris menyelesaikannya melalui pembuatan Covernote.
Belakangan ini banyak terjadi Notaris ikut terbawa sebagai turut tergugat dalam permasalahan mengenai Covernote yang berkaitan dengan pencairan kredit di Perbankan. Hal yang terjadi seperti ini tentunya dapat merugikan Notaris, dan seolah seperti tidak ada perlindungan hukum bagi Notaris apabila hal ini terjadi.
Pengaturan hukum Covernote dalam peraturan perbankan tidak diatur sama sekali dalam berbagai peraturan perbankan. Namun Covernote dikeluarkan oleh Notaris berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, dimana dalam Pasal 4 diatur mengenai Akta Pemberian Hak tanggungan (APHT) dan Surat Kuasa Membebankan HakTanggungan (SKMHT).
Dalam hal ini Notaris mengeluarkan surat keterangan yang disebut dengan Covernote yang isinya memberi pernyataan akan melakukan pengurusan surat tanah yang belum menjadi sertifikat Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan untuk dibuatkan sertifikatnya dan selanjutnya akan diserahkan kepada pihak Bank sebagai pemberi kredit guna menjadi agunan dalam pembiayaan perbankan dalam bentuk kredit.
Mengenai tanggungjawab notaris terhadap Covernote yang diterbitkannya, dapat dikategorikan sebagai tanggungjawab secara personal atau pribadi. Dikaitkan kembali dengan teori tanggungjawab menurut Kranenburg dan Vegting dimana dikemukakan ada dua teori pertanggungjawaban, yaitu teori Fautes Personalles dan teori Fautes Deservice.
Teori Fautes Personalles yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya itu telah menimbulkan kerugian. Dalam teori ini, beban tanggungjawab ditujukan kepada manusia selaku pribadi.
Teori Fautes Deservice yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan pada instansi dari pejabat yang bersangkutan. Menurut teori ini tanggungjawab dibebankan kepada jabatan. Dalam penerapannya, kerugian yang timbul itu disesuaikan pula apakah kesalahan yang dilakukan itu merupakan kesalahan berat atau kesalahan ringan, dimana berat dan ringannya suatu kesalahan berimplikasi pada tanggungjawab yang harus ditanggung. Notaris bertanggungjawab langsung terhadap isi dan informasi yang disampaikan dalam Covernote.
Peran dan fungsi serta kedudukan covernote dalam dunia perbankan menjadi sangat penting sebagai payung hukum sementara sampai dengan proses di kantor Notaris / PPAT selesai dan sampai diserahkannya objek jaminan kepada kreditur. Covernote tidak mempunyai kekuatan mengikat antara para pihak namun hanya mengikat Notaris yang menerbitkan covernote tersebut, jadi covernote hanyalah perikatan yang lahir dari kontrak atau perjanjian ialah perjanjian sepihak sebagaimana pasal 1317 KUH Perdata.
Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) merupakan produk hukum yang dimaksudkan untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi Notaris sebagai pejabat pembuat akta autentik. UUJN memuat aturan hukum yang salah satunya adalah bentuk perlindungan hukum bagi Notaris. Adapun bentuk perlindungan hukum terhadap Notaris, khususnya dalam proses peradilan pidana menurut UUJN adalah:
Ketentuan yang mengatur tentang kewajiban ingkar dan hak ingkar Notaris yang tercantum dalam: Pasal 4 ayat (2), Pasal 16 ayat (1) huruf f dan Pasal 54 UUJN.
Melekatkan sidik jari di minuta akta sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c yang menyebutkan bahwa dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta.
Persetujuan Majelis Kehormatan Notaris Ketentuan Pasal 66 ayat (1) UUJN Perubahan disebutkan bahwa untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penutut umum atau hakim dengan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris.
Perlindungan Terhadap Notaris sebagai anggota Ikatan Notaris Indonesia Ketentuan mengenai organisasi notaris diatur dalam Pasal 82 ayat (2) UUJN Perubahan yang menyebutkan Wadah Organisasi Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Ikatan Notaris Indonesia.
Pengawasan terhadap praktik profesi Notaris, Penegakan hukum harus dilakukan dengan adanya sistem pengawasan atas praktik-praktik hukum sehingga tidak terjadi penyelewengan oleh para praktisi hukum. Dicabutnya frasa dengan persetujuan pada Pasal 66 UUJN dapat menjadi salah satu pendorong bagi organisasi Notaris (Ikatan Notaris Indonesia/INI) dan Majelis Pengawas Notaris untuk melakukan pengawasan secara lebih intensif terhadap para Notaris yang ada dalam naungannya secara lebih baik terhadap praktik profesi Notaris sehingga para Notaris kecil kemungkinan terkena dampak masalah hukum apabila telah menjalankan tugas dan kewajibannya sesuai dengan aturan dan hukum yang berlaku.
Perlindungan hukum harus diberikan kepada semua orang, termasuk seorang Notaris sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Perlindungan hukum terhadap Notaris dalam proses penegakan hukum di persidangan dapat dilakukan melalui proses, yaitu: penggunaan hak atau kewajiban ingkar Notaris maupun pemanggilan Notaris oleh penyidik, penuntut umum dan hakim harus dilakukan dengan mendapatkan persetujuan MKN.
Hal ini sebagaimana yang diatur dalam Pasal 66 ayat (1) UUJN. Bentuk perlindungan hukum yang lain adalah dalam bentuk pengawasan, melekatkan sidik jari pada minuta akta dan perlindungan hukum dari induk organisasi Notaris (INI).
Penggunaan Covernote Notaris dalam perjanjian kredit pada dasarnya tidak dilarang. Namun demikian Notaris harus tetap berhati-hati dan seksama dalam melakukan pemeriksaan kebenaran dan keabsahan dokumen yang akan menjadi jaminan. Dalam memberikan fasilitas kredit kepada debitur-debiturnya, Bank sebagai Kreditur wajib memperhatikan penilaian kredit yang dapat dilihat dari prinsip-prinsip pemberian kredit.
Share this Article