
Asril SE sebelah kiri bersama Uncu dan Edison Sikumbang sedang menikmati kopi bulango di tempat usaha Asril
Bukittinggi, winsbnews- Pada awalnya di masa lalu, bahwa orang tua kita yang berada di Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam sekitarnya menjadikan usaha kopi sebagai suatu usaha keluarga dan sampai terkenal dengan kopi Bukik Apik. Jika dilihat perkebunan kopi di Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam sekitarnya dapat dikatakan sudah hampir tidak ada lagi, oleh karena itu kita melihat bahwa potensi yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam sudah tidak terkelola lagi dengan baik. Hal ini disampaikan Asril,SE pelaku UMKM pengelola kopi di kawasan sekitar jalan bypass Kota Bukittinggi, Sabtu (7/1/2023).
Lebih lanjut dijelaskannya, terpikir oleh Asril untuk merestore kembali dan menjadikan kembali Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam sebagai penghasil kopi terbesar di Provinsi Sumatera Barat. oleh sebab itu, kita harus update dengan kondisi usaha kopi, terlihat cenderung kebanyakan kawula muda minum kopi di tempat cafe dan hotel.
Sasaran cita rasa yang akan diciptakan sesuai dengan selera kelompok kawula muda atau yang disebut milenial adalah kelompok yang terbesar dari jumlah masyarakat, karena dilihat dari tempat-tempat minum kopi atau yang disebut zaman kini cafe, hampir rata-rata diisi milenial.
Kopi yang diminum tersebut, cara pengolahannya berbeda dengan kopi yang biasa menjadi minuman masyarakat Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam juga Provinsi Sumatera Barat umumnya. Kita perlu mengikuti perkembangan zaman bagaimana cara pengolahan terbaik kopi, sehingga kopi yang ada ini selalu update bagi masyarakat.
Selain itu Asril juga berusaha bagaimana menghidupkan kembali perkebunan kopi di Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam dengan cara membagikan bibit tanaman kopi kepada masyarakat, mudah-mudahan kedepannya bibit-bibit tanaman kopi yang sudah dibagikan dapat berkembang. Dan juga berharap pengusaha-pengusaha kopi yang ada di Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam mengikuti kondisi kemauan masyarakat, ucap Asril yang juga sebagai anggota Komisi 2 DPRD Kota Bukittinggi.
Menoleh kebelakang tentang kopi bulango, penamaan kopi bulango melihat contoh orangtua pada masa lalu yang merendang kopi menggunakan bulango semacam kuali yang dibuat dari tanah, maka dari itu untuk mengingatkan kembali cara seperti itu, sehingga kenangan-kenangan masa lalu tetap bisa dipertahankan. Maka dari itu kopi yang dikelola kini dengan nama “Kopi Bulango.”
Kopi bulango memang berbeda dari kopi lainnya, jika diminum tanpa dicampur gula, kopi pada dasarnya memiliki cita rasa buah-buahan. Dilihat pola minum kopi itu ada tiga kelompok, pertama, like mempunyai cita rasa buah yang lengkap, kira-kira roosting nya seperti kulit kayu manis, proses pembakarannya sekitar 140 sampai 160 derajat celcius.
Kedua, medium merasakan cita rasa buah, tapi sudah banyak yang hilang terbakar, roosting nya warna coklat, proses pembakarannya sekitar 160 sampai 180 derajat celcius, dan yang ketiga, dark, warnanya hitam cita rasa buah sudah hilang, karena proses pembakarannya biasanya 200 derajat celcius.
Dikatakannya masih baru belajar memproduksi kopi bulango, berharap dalam waktu dekat ini kita bisa memproduksi sekitar sebanyak 15 kilogram sehari, seiring perjalanan dengan waktu, setiap saat setiap hari kedepannya kita selalu ada peningkatan-peningkatan produksi untuk dikembangkan lagi.
Dilihat kebutuhan kopi di Indonesia sangat besar dan untuk kebutuhan dunia masih sangat kurang, tidak ada salahnya mencoba membangun konsep proses pengolahan kopi yang memenuhi standar nasional dan internasional. Sehingga nantinya dapat mengekspor kopi ke seluruh Nusantara dalam wilayah NKRI dan juga mengekspor ke luar negeri, pungkas Asril,SE politisi partai Nasdem. (Iwin SB)
Share this Article