Inyiak Canduang Syekh Sulaiman Arrasuli Ulama Besar Sumatera Barat

Minggu, 29 Mei 2022 : Mei 29, 2022
Rita Noor Arrasuli bersama Mahyeldi Gubernur Sumatera Barat saat peresmian museum Inyiak Canduang


Bukittinggi, winsbnews.com- Seorang tokoh agama Sumatera Barat, ulama besar, pejuang kemerdekaan Republik Indonesia sejak zaman penjajahan hingga Kemerdekaan, Inyiak Canduang Syekh Sulaiman Arrasuli semasa kecil bernama Sulaiman putra Minang terlahir tanggal 10 Desember 1871 di Rumah Gadang Bagonjong di Laman Panjang, Canduang Kabupaten Agam Sumatera Barat, putera dari seorang ayah bernama Angku Muhammad Rasul seorang ahli agama Islam dan Ibu bernama Siti Buliah.

Dirumah inilah Sulaiman menghabiskan masa kecil hingga dewasa bersama ayah bunda serta seorang adik laki-laki beliau bernama Habib Arrasuli dengan didikan yang sarat akan nilai-nilai agama dan kental akan adat budaya Minangkabau. Ini disampaikan Rita Noor Arrasuli, Jumat (27/5/2022).

Lebih lanjut dijelaskannya kepada wartawan winsbnews.com, Syekh Sulaiman ar-Rasuli, lebih sering disapa dengan panggilan Inyiak Canduang, menyelesaikan pendidikan di Mekah dan memperdalam ilmu hadits, ilmu tafsir Alquran, mantiq, fiqih, tasawuf, dan tauhid selain itu juga ilmu Nahwu, Sharaf, Balaghah dan lain-lain. Inyiak Canduang berguru kepada banyak guru diantaranya Syekh Muhammad Sa'id Ba Bashil.

Sekembalinya dari Mekah, Inyiak Canduang bersama dengan sejumlah ulama Kaum Tua di Canduang mendirikan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang Kabupaten Agam, ini merupakan madrasah tertua di Sumatera Barat. Disinilah Inyiak Canduang melakukan semua aktivitas dakwahnya mulai dari mengajar mengaji, mengarang buku, menulis kitab kuning.

Dan menerima tamu untuk berdiskusi tentang berbagai issue, diantaranya tentang kehidupan yang sesuai dengan Syariat Islam serta larangan nya, tentang adat budaya di Minangkabau, menyelesaikan berbagai persoalan keluarga, sekolah Madrasah Tarbiyah Islamiyah yang didirikannya maupun persoalan-persoalan yang muncul di tengah-tengah masyarakat di desa yang sangat dingin dan sunyi pada saat itu.

Disini pula Inyiak pernah memualafkan seorang wanita Tionghoa dari Agama Konghucu menjadi seorang wanita muslimah yang kemudian dinikahkan dengan keponakan nya, dan melalui tangan dingin Inyiak, maka pada tahun 1930, beliau mendirikan sebuah organisasi Islam sejalan dengan jalur sosial dan pendidikan “Persatuan Tarbiyah Islamiyah” (PERTI).

Inyiak Canduang sang tokoh pendidikan dan ulama Besar di Sumatera Barat, berjuang demi Umat dan Negara tidak hanya mengangkat senjata, tetapi melalui Pendidikan pun beliau lakukan demi mengabdi pada Ibu pertiwi, mencerdaskan kehidupan bangsa. Karakter tegas namun bijaksana dan lembut hati penuh kasih sayang senantiasa beliau terapkan dalam kehidupan sosial dan bermasyarakat.

Acapkali beliau mendamaikan dan mempersatukan kembali mereka yang sedang berselisih paham, hingga dijuluki Inyiak sang pemersatu umat dan bangsa. Karena pada dasarnya beliau sangat menentang silang pendapat yang berujung pada permusuhan dan perpecahan antar anak negeri. Inyiak Canduang sangat dikenal tidak hanya di Sumatera Barat, akan tetapi di seluruh Indonesia bahkan sampai ke Negara tetangga.

Ketika di penghujung tanggal 1 Agustus 1970, di usianya yang hampir 100 tahun. seorang ulama besar kecintaan masyarakat Indonesia, terkhusus masyarakat di ranah Bundo Kanduang ini pergi untuk selamanya menemui Sang Penciptanya meninggalkan sebuah nama harum serta setumpuk pengajaran yang tetap terjaga hingga saat ini.

Selain bertaqwa hanya kepada Allah SWT, pesan yang paling prinsip dari sang Ulama Minang ini adalah “Menimbang sama berat, mengukur sama panjang”, artinya Bersikaplah adil dalam memutuskan sebuah perkara. Beberapa ajaran Inyiak yang lain dan bersesuaian antara Syariat dengan Adat adalah “Anak dipangku, kemenakan dibimbiang urang kampuang dipatenggangkan, hormati yang lebih tua, sayangi yang lebih muda.” ucap Rita Noor Arrasuli.

Rumah kelahirannya merupakan bangunan sederhana dikenal dengan nama Gaduang. Tanpa sepengetahuan Inyiak Canduang apalagi pengharapan, 50 tahun setelah kepergian nya, justru Masyarakat Indonesia menghendaki beliau mendapat gelar sebagai Pahlawan Nasional, atas dasar perjuangan beliau melawan penjajahan Belanda dan Jepang melalui dakwah dan kegigihanya mempertahankan keimanan nya melalui pengajaran-pengajaran Ilmu Agama yang diperolehnya selama menimba ilmu di Kota Mekah.

Kini rumah kelahiran Inyiak Canduang dijadikan museum yang menjadi saksi bisu, sebagai sebuah situs sejarah Museum Syekh Sulaiman Arrasuli berisi barang-barang peninggalan Inyiak, buku-buku karangan beliau, Kitab Kuning, foto-foto masa perjuangan, berbagai dokumen, SK dan penghargaan baik dari Pemerintah Pusat maupun Daerah, serta beberapa barang pribadi yang selalu beliau kenakan, pungkas Rita Noor Arrasuli. (Iwin SB)
Share this Article