
Bukittinggi, winsbnews.id- Dengan mempertimbangkan kemungkinan mengundang investor yang berkompeten di bidang pariwisata atau bahkan jika terobosan dan kreasi baru kepariwisataan dikelola sendiri oleh Pemerintah Kota, maka tentunya kemampuan keuangan daerah yang terpapar dalam APBD Kota setiap tahunnya, harus menjadi bahan pertimbangan prioritas pertama dan utama. Hal ini disampaikan Ibnu Asis anggota Komisi 2 DPRD Kota Bukittinggi yang membidangi pariwisata.
Kepada winsbnews, Selasa (4/1/2022) Ibu Asis memaparkan pendalaman promosi pariwisata di Kota Bukittinggi, mempromosikan wisata edukatif, Alhamdulillah sampai saat ini Kota Bukittinggi telah memiliki beragam aset wisata yang berpotensi untuk dipromosikan dan dikembangkan menjadi objek wisata edukatif, adapun objek wisata edukatif tersebut adalah museum rumah kelahiran Bung Hatta yang sangat bersejarah berlokasi di Jalan Soekarno-Hatta di kawasan Pasar Bawah.
Potensi wisata edukatif berikutnya adalah Gedung Perpustakaan Proklamator Bung Hatta yang diresmikan oleh Presiden RI Bapak Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2007 lalu. Sebagaimana kita ketahui, di Indonesia hanya ada 2 (dua) buah Gedung Perpustakaan Proklamator, satu yang lainnya adalah Gedung Perpustakaan Proklamator Ir. Soekarno yang terletak di Kota Blitar Jawa Timur dan telah dibangun serta diresmikan lebih awal. Kedua perpustakaan Proklamator ini terkoneksi langsung dengan Perpustakaan dan Arsip Nasional Republik Indonesia di Jakarta.
Wisata edukatif lainnya adalah Museum Saintifik Alam Bawah Tanah (Musabata) keunikan museum ini karena menawarkan berbagai khazanah keilmuan di bidang geologi, geofisika dan benda-benda purbakala. Ditambah lagi dengan adanya satu ruangan teater 3 (tiga) Dimensi, yang khusus dipergunakan untuk menayangkan film-film dokumenter tentang penciptaan alam raya dan manusia serta film-film sejarah lainnya.
Wisata edukatif bernuansa sejarah yang perlu terus dipromosikan adalah Museum Perjuangan Tri Daya Eka Dharma yang terletak di Jalan Panorama depan objek wisata Taman Panorama dan Lobang Jepang. Dan bukan hal yang mustahil jika di kemudian hari, Pemerintah Kota Bukittinggi menggagas pembangunan Museum khusus sejarah, budaya dan adat Bukittinggi sebagai aset baru di bidang Permuseuman di Sumatera Barat. Juga yang tidak boleh dilupakan adalah objek wisata edukatif tugu Polisi Wanita yang terletak diantara Jalan Sudirman dan Jalan M. Syafei simpang stasiun.
Pengembangan wisata religi, perlu dipikirkan secara serius dan sungguh-sungguh, upaya pengembangan wisata religi (rohani) dan studi pesantren di Kota berhawa sejuk ini. Setidaknya hal ini untuk menjawab suatu realitas bahwa kota ini beserta daerah hinterland-nya sangat kaya dengan peninggalan sejarah dan jejak religi para ulama dan pesantren termasyhur serta Surau/Masjid tempo dulu.
Pengembangan wisata kuliner, sudah menjadi rahasia umum bahwa kuliner telah menjadi bagian penting yang tidak terpisahkan dari entitas aktivitas pariwisata. Upaya terpadu penataan kawasan kuliner tradisional malam secara “holistik”, seperti di Jalan M. Syafei Kawasan Stasiun, Jalan A. Yani Kampung Cina dan Kawasan Pasar Banto menjadi suatu keniscayaan yang mesti segera diwujudkan oleh Pemerintah Kota Bukittinggi.
Optimalisasi Wisata MICE, agenda “Meeting, Incentive, Convention dan Exhibition” atau lebih populer dengan akronim MICE belakangan ini telah menjadi aktivitas kolektif pada suatu instansi atau institusi yang menyatu dengan kegiatan pariwisata. Ibarat kata pepatah “Sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui”. Artinya, bagi setiap peserta MICE di samping melaksanakan agenda instansi atau institusinya, juga berhak menikmati agenda pariwisata sebagai suplemen tambahan.
Jika wisata edukatif, wisata religi, wisata kuliner, dan wisata MICE dapat diwujudkan secara gradual dan konsisten sesuai realitas sosio kultural dan kemampuan keuangan daerah, barangkali jargon pariwisata Kota Bukittinggi layak dipertahankan dan bahkan akan menjadi kenyataan dan bukannya mimpi belaka, jelasnya. (Iwin SB)
Share this Article