Kopi Bukit Apit, Kegiatan Perekonomian Kerakyatan

Sabtu, 06 November 2021 : November 06, 2021
Bukittinggi - Bukit Apit Puhun merupakan sebuah daerah di Kota Bukittinggi - Sumatera Barat, dimana penduduknya sudah turun menurun, mayoritas bekerja “marandang biji kopi dan ada juga penggilingan biji kopi”.
Sekitar 77 kepala keluarga yang tinggal di daerah ini, memproduksi bubuk kopi jenis robusta, sebagai aset pendapatan perekonomian penduduk setempat. Bukit Apit sejak dahulu telah dikenal sebagai daerah pemasok bubuk kopi dan bukannya kebun kopi.
Disamping itu kopi Bukit Apit telah dikenal di seluruh Nusantara/bahkan Mancanegara, karena kopi Bukit Apit mempunyai ciri tersendiri, yaitu aroma dan rasanya.
Pada tahun 2013 Pemerintah Daerah, mencucurkan dana sebesar Rp75 juta untuk keperluan pembuatan geray, pembelian bahan baku dan juga kelengkapan merandang biji kopi.
Bekerja randang Bukik Apik ini, juga tergabung dalam kelompok tani “Nan Sabana”, semenjak itulah Bukik Apit dijadikan sebagai kampung wisata, tidak sedikit wisatawan yang datang untuk melihat randang kopi Bukik Apik ini. Demikian dsampaikan lurah Bukit Apit Puhun, Jaesul, beberapa hari lalu di Kota Bukittinggi.
Sementara itu Tanzil Malin Kayo pekerja randang biji kopi yang pengolahannya masih dengan cara tradisional, adapun cara merendang biji kopi ini menggunakan tarenang atau kuali yang terbuat dari tanah.
Cara seperti ini mempunyai khas aroma yang beda dibandingkan dengan pengolahan dengan mesin, dalam sehari ia bisa merandang kopi sebanyak 80 kilo. Biji kopi yang akan dirandang didapat dari Baso, Lima Puluh Kota, Kamang, Panta, maupun Batusangkar, dengan harga perkilonya 28ribu rupiah.
Tarenang dipanaskan terlebih dalu, kemudian biji kopi yang mentah dimasukan kedalam tarenang, diaduk sampai kelihatan hitam, sedikit mengeluarkan minyak dan beraroma wangi.
Setelah selesai biji kopi direndang, biji kopi di dinginkan selama 30 menit untuk proses penggilingan. Untuk penggilingan dia mengupahkan sebesar Rp2500 per kilonya kepenggilingan mak aciak yang berdiri sejak 1980. Proses penggilingan ini menggunakan tenaga mesin yang lebih jauh cepat, tidak mengurangi kwalitas, rasa dan aroma.
Sebelum dipasarkan bubuk kopi pun dikemas dengan cara manual, sistim pemasarannya ada yang dijual secara perkilo, dan ada juga dengan cara literan. “Dia mampu memasarkan ke swalayan/dan pasar pasar tradisional di Padang Luar, terkadang ada juga pesanan ke luar daerah sekitar 40kg per harinya.(Iwin SB)
Share this Article